Behcet's Disease

|

TINJAUAN PUSTAKA
BEHCET’S DISEASE
Oleh:
Kamisah, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2009.

Pendahuluan
Penyakit Behcet merupakan suatu penyakit vaskulitis obliteratif sistemik yang penyebabnya belum diketahui. Penyakit ini mengenai multisistem, dengan manifestasi utama berupa ulserasi aftosa di mulut dan genital, inflamasi berulang di mata, kulit dan sendi.1
Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh seorang dermatologis Turki bernama Hulusi Behcet pada tahun 1937 sebagai suatu trias yang terdiri dari ulkus mulut, ulkus genital dan uveitis hipopion.2 Penyakit Behcet banyak terjadi pada pria muda dari Mediterania timur dan Jepang. Uveitis pada penyakit Behcet juga banyak dijumpai di Cina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.3
Manifestasi kelainan okular pada 70% penderita penyakit Behcet adalah inflamasi intraokular bilateral, rekuren dan nongranulomatosa. Kondisi lainnya bisa berupa iridosiklitis akut rekuren yang berhubungan dengan terjadinya hipopion. Keterlibatan segmen posterior berupa kebocoran pembuluh darah difus di sepanjang fundus. Hal ini sering menyebabkan edema retina difus, edema makula kistik dan edema atau hiperemia diskus optikus.3
Pasien dengan penyakit Behcet memiliki prognosis visual yang jelek. Uveitis yang rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak. Bila tidak diterapi, penyakit Behcet dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut Benezra dan Cohen, kehilangan penglihatan terjadi pada 74% mata dalam waktu 6-10 tahun setelah simptom okular timbul. Kehilangan penglihatan terjadi akibat inflamasi di mata sehingga menyebabkan iskemia retina, neovaskularisasi di retina atau iris, atropi optik dan edema makula.1
Penyebab penyakit Behcet sampai saat ini belum diketahui. Dugaan beberapa peneliti adalah bahwa penyakit ini berkaitan dengan sistem imun, sehingga terapi yang paling banyak digunakan adalah dengan steroid sistemik dan obat imunosupresan spesifik.3

Anatomi Uvea
Uvea berasal dari bahasa Latin “Uva” yang berarti anggur, terdiri dari beberapa komponen yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata, yaitu iris, korpus siliaris, dan koroid (Gambar 1).3 Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina.4

Gambar 1. Anatomi Uvea
(Dikutip dari kepustakaan 5)




Iris
Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkuler yang tengahnya mempunyai apertura bulat yang dinamakan pupil. Pupil berfungi untuk mengatur cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan pemisah antara bilik mata depan dan belakang. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.4
Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan pembuluh darah disekitar badan silier disebut sirkulus mayor. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi siliares.4
Korpus Siliaris
Korpus siliaris membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak (pars plikata) dan zona posterior yang datar (pars plana). Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus.4
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal muskulus siliaris menyisip ke dalam anyaman-anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. Pembuluh darah yang mendarahi korpus siliaris berasal dari lingkar utama iris. Sarar sensorik iris adalah melalui saraf-saraf siliaris.4
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea di antara retina dan sklera. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khorikapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena korteks, satu di masing-masing kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus, sedangkan ke anterior, koroid bersambung dengan korpus siliaris. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina.4

Uveitis
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Istilah uveitis sekarang digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya terjadi pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik, sehingga penegakan diagnosa uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang teliti.3,6
Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, dan panuveitis. Uveitis anterrior disebut juga iritis jika terjadi inflamasi yang mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Panuveitis merupakan uveitis anterior, intermedia dan posterior yang terjadi secara bersamaan. 3,6
Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. 3,6
Berdasarkan etiologinya, uveitis bisa dikelompokkan menjadi uveitis endogen dan eksogen. Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Uveitis endogen bisa berhubungan dengan penyakit sistemik, infeksi bakteri, jamur, virus, protozoa, dan cacing.3,6 Berdasarkan patologinya uveitis terdiri atas uveitis granulomatosa dan uveitis non granulomatosa. Penyakit Behcet merupakan salah satu bentuk uveitis non granulomatous dan bentuk uveitis yang paling sulit diterapi.3

Penyakit Behcet
Definisi
Penyakit Behcet adalah vaskulitis obliteratif sistemik yang tidak diketahui penyebabnya.7 Penyakit Behcet ditandai dengan serangan uveitis non-granulomatosa dengan hipopion, ulkus aftosa di mulut, dan ulkus genital. Karakteristik penyakit ini adalah kronik rekuren dengan interval satu minggu hingga tiga tahun. Jika interval memanjang sampai 15-20 tahun, biasanya serangan berikutnya akan jarang terjadi.8

Epidemiologi
Penyakit Behcet banyak ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah, Timur Jauh, terutama di Jepang, dan relatif jarang terjadi di Amerika Serikat.7 Insiden penyakit ini di Jepang adalah 7-8,5 kasus dalam 100.000 penduduk, dimana sebanyak 20% dari kasus uveitis akan berkembang menjadi penyakit Behcet. Penyakit Behcet di Amerika Serikat terjadi sebanyak 4 kasus dalam 1 juta penduduk, dan sebanyak 0,2% dari penyakit ini bermanifestasi sebagai uveitis.9
Penyakit Behcet lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2,3:1. Penyakit Behcet tipe komplit lebih banyak terdapat pada laki-laki, sedangkan tipe inkomplit terdapat pada laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama.9 Kelainan okular lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan ulserasi genital lebih sering terjadi pada perempuan.8 Penyakit Behcet biasanya menyerang usia 25 hingga 35 tahun.9
.
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui. Lebih dari separuh pasien penyakit Behcet memiliki HLA-B5101 positif. Asam amino tunggal pada lokus HLA-B5101 ditemukan mengalami perubahan pada penderita penyakit Behcet di Jepang.10 Jenis HLA bertanggungjawab terhadap timbulnya gejala klinis tertentu, misalnya HLA-B12 berhubungan dengan kelainan mukokutaneus, HLA-B27 berhubungan dengan kelainan artritis, dan HLA-B5 berhubungan dengan kelainan okular.9
Kerusakan jaringan pada penyakit Behcet disebabkan karena timbulnya vaskulitis dan deposisi dari kompleks imun di dinding pembuluh darah, bersama-sama dengan aktivasi sistem komplemen. Pada penyakit Behcet, terjadi disregulasi respon imun yang mengakibatkan kegagalan fungsi sel supresor, aktivasi sel T-helper, dan disregulasi pembentukan sitokin, yang diikuti dengan pembentukan kompleks imun serta aktivasi dari netrofil dan sel pembunuh alami.9

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Behcet tanpa kelainan okular lebih sering terjadi. Ulkus aftosa pada mulut merupakan gejala yang paling sering terjadi, terdapat pada lebih dari 98% kasus di Jepang (Gambar 2A). Ulkus ini biasanya sembuh dalam 1 minggu, tetapi akan kembali berulang (rekuren). Lesi kulit adalah gejala klinis terbanyak kedua, yaitu lebih dari 90% kasus (Gambar 2B). Lesi genital terjadi pada lebih dari 80% pasien penyakit Behcet (Gambar 2C). Gejala SSP dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita.10
A B
C

Gambar 2. Kelainan sistemik pada Penyakit Behcet, Ulkus aftosa di mulut (A), Eritema nodosum pada kulit (B) dan ulkus genital (C).
(Dikutip dari kepustakaan 11)
Penderita penyakit Behcet dengan kelainan okular memberikan gejala nyeri pada mata, fotofobia, mata merah, dan penurunan tajam penglihatan. Kelainan okular terjadi pada lebih dari 70% penderita penyakit Behcet tetapi yang ditemukan hanya 25%.10 Sebenarnya, kelainan okular baru akan timbul 2-3 tahun setelah onset awal. Kelainan yang biasa ditemukan adalah uveitis hipopion (Gambar 3). Hipopion terjadi pada sepertiga kasus iridosiklitis.7 Kelainan ini biasanya bersifat sementara dan menjadi penyebab timbulnya gejala nyeri pada mata, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.10


Gambar 3. Hipopion
(Dikutip dari kepustakaan 5)

Inflamasi segmen posterior ditandai dengan adanya penebalan pembuluh darah retina dan oklusi arteri dan vena retina. Oklusi cabang vena retina diikuti dengan perdarahan intraretina, penebalan vena retina, dan berhubungan dengan edema makula yang khas. Tajam penglihatan akan sangat menurun jika terdapat gangguan pada arteri retina. Pada kasus ini, infiltrat nekrotik putih di dalam retina akan tampak bersama-sama dengan perdarahan intraretina (Gambar 4A). Vitritis kadang terjadi tetapi akan sangat berat. Serangan berulang dari vaskulitis retina dapat menghasilkan iskemia berat dan neovaskularisasi retina (Gambar 4B). Kelainan okular pada penyakit Behcet mengikuti siklus eksaserbasi uveitis.10 Kelainan segmen posterior lebih sering terjadi pada laki-laki, dan hal ini memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kebutaan.7
A B
Gambar 4. Inflamasi segmen posterior, Vaskulitis dan perdarahan retina (A), Perifleblitis oklusif (Dikutip dari kepustakaan 11)
Angiografi fluoresens memperlihatkan obstruksi arteri dan vena retina. Kapiler retina yang tidak mendapat perfusi darah merupakan gambaran vaskulitis retina iskemik pada penyakit Behcet.10

Kriteria Diagnosis
Diagnosis penyakit Behcet ditegakkan berdasarkan gambaran klinis okular dan non-okular (Tabel 1).10

Tabel 1. Diagnosis Penyakit Behcet
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Kriteria mayor 1. Ulkus aftosa di mulut
2. Ulkus genitalia
3. Kelainan okular
a. Iritis hipopion
b. Vaskulitis retina
4. Lesi kulit
a. Eritema nodosum
b. Tromboflebitis kutaneus
c. Hiperiritabilitas kulit
d. Acne berat
Kriteria minor 1. Artritis
2. Ulkus intestinal
3. Epididimitis
4. Penyakit vaskuler-obliterasi, oklusi, aneurisma (arteri pulmonalis)
5. Gejala neuropsikiatrik
Tipe 1. Tipe komplit: keempat kriteria mayor muncul dalam waktu yang bersamaan selama perjalanan penyakit
2. Tipe inkomplit:
a. Jika terdapat tiga kriteria mayor
b. Jika kelainan okular ada disertai salah satu kriteria mayor
3. Suspek: jika terdapat dua kriteria mayor selain kelainan okular
4. Possible: jika terdapat satu kriteria mayor

Diagnosis penyakit Behcet berdasarkan The International Study Group Diagnostic Criteria adalah ditemukannya ulkus mulut rekuren yang diikuti oleh dua gejala berikut:10
1. Ulkus genital rekuren
2. Kelainan pada mata
3. Kelainan pada kulit
4. Tes patergi positif
Pemeriksaan jenis HLA akan membantu menegakkan diagnosis Penyakit Behcet. HLA-B5 (atau Bw51) terdapat pada lebih dari separuh penderita penyakit Behcet di Jepang dan negara Mediteranian, namun jarang ditemukan pada ras kulit putih. Tes pungsi kulit dapat menunjukkan dermatografia, tetapi tes ini tidak spesifik dan pada beberapa penderita memberikan hasil negatif palsu.7 Penderita penyakit Behcet akan menunjukkan adanya pembentukan pus pada daerah kulit yang dipungsi.10

Diagnosis Banding
Penyakit Behcet dapat didiagnosis banding dengan kelainan sistemik yang dapat menyebabkan vaskulitis retina, seperti kelainan rematologik, sarkoidosis, dan uveitis intermediat. Sifilis dan tuberkulosis juga dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.10

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Behcet sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menekan proses inflamasi, mengurangi frekuensi dan beratnya rekurensi, dan mencegah terjadinya gangguan pada retina. Obat antiinflamasi yang sering digunakan adalah kortikosteroid, agen sitotoksik, siklosporin, dan kolkisin.9
Kortikosteroid topikal dan golongan midriatikum dapat diberikan pada kasus uveitis anterior. Kortikosteroid sistemik dapat dipakai pada inflamasi segmen posterior yang berat seperti vaskulitis retina. Kolkisin (0,6 mg peroral 2 kali sehari) dapat mengatasi episode eksaserbasi akut dengan cara menghambat migrasi leukosit dan kemotaksis.7
Episode berulang dari vaskulitis retina yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dapat diatasi dengan pemberian imunosupresan sistemik seperti siklosporin, FK506, azatioprin, klorambusil, atau siklofosfamid.10 Klorambusil (6-12 mg perhari) dan azatioprin (2,5 mg/kgBB/hari) dengan kortikosteroid sistemik dosis rendah sangat efektif dalam mengontrol progresifitas penyakit Behcet, terutama untuk kelainan okular. Keberhasilan terapi akan terlihat dalam waktu 4-6 minggu setelah terapi diberikan. Selama pengobatan perlu dimonitor status hematologi pasien. Siklosporin juga efektif pada pasien dengan penyakit Behcet, tetapi efektivitasnya kurang baik bila dibandingkan dengan agen sitotoksik.7

Prognosis
Penyakit Behcet yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan. Uveitis anterior rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak, sedangkan kelainan pada segmen posterior dapat menyebabkan iskemia retina dan neovaskularisasi retina atau iris, atrofi nervus optikus, perdarahan vitreus rekuren, kontraksi vitreus, dan ablasio retina.7

DAFTAR PUSTAKA
1. Rose, Darmawan S, Agus S. The management of complicated cataract in Behcet’s syndrome, a case report. In: The 11th congress and 32nd annual meeting IOA full papers I. Medan: PERDAMI; 2006. p.147-50
2. Jabs DA. Rheumatic disease. In: Schachat AP, editor. Retina, vol.2, 3rd ed. St Louis: Mosby; 2001. p.1427
3. Suhardjo, Sasongko MB, Anugrahsari S. Uveitis. In: Suhardjo, Hartono, editors. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007. p.63-71
4. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 1995. p.7-9
5. The Johns Hopkins Vasculitis Center. Behcet’s disease. http://vasculitis.med.jhu.edu [diakses 22 Februari 2009]
6. Kanski JJ. Clinical ophtalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-Heinemann; 1994. p.152-5
7. Rao NA, Forster DJ, Spalton DJ. Panuveitis. In: Podos SM, Yanoff M, editors. Textbook of ophthalmology, vol.2. New York: Gower Medical Publishing; 1992. p.8.5-8.10
8. Schlaegel T, Pavan-Langston D. Uveal tract: iris, ciliary body and choroid. In: Pavan-Langston, editor. Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and Company; 1998.p.179
9. Faris BH, Foster CS. Behcet’s disease. In: Albert DM, Jakobiec FA, editors. Principle and practice of ophthalmology, clinical practice. Philadelpia: WB Saunders Company; 1994. p.1018-25
10. Moorthy RS, Rao NA. Noninfectious corioretinal inflammatory conditions. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Thieme Medical Publishers; 1999. p.422-3
11. Paulose. Apthous ulcer (mouth ulcers). http://www.drpaulose.com [diakses 22 Februari 2009]



0 komentar:

Posting Komentar