RETINOPATI HIPERTENSI
Oleh
Kamisah, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Arifin Acmad Pekanbaru, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2009.
Pasien Y, 49 tahun, pekerjaan IRT dating dengan keluhan Kedua mata kabur tidak merah sejak 1 bulan SMRS, Sejak 1 bulan yang lalu pasien merasakan kedua mata kabur dan tidak merah. Pasien sebelumnya mulai merasakan kabur ringan, namun tidak menggangu aktivitas. Selanjutnya sejak 1 minggu yang lalu penglihatan pasien bertambah kabur. Mata tidak merah, tidak berair, tidak gatal, nyeri kepala (+), muntah (-), demam (-).Pasien diketahui menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, tidak terkontrol.Riwayat kelainan mata sebelumnya tidak ada. Riwayat DM disangkal. Pemeriksaan fisik TD : 180/100mmHg, status oftalmologis visus OD:1/60 dan OS:1/60 struktur mata lain dalam batas normal, funduskopi kedua mata : refleks fundus (+),papil: bulat, batas tidak tegas, CDR sulit dinilai, makula : reflex (+), eksudat (+), Aa/vv:crossing fenomenon, silver wire dan cooper wire, retina: cotton wool exudates, hard exudates, dot spots, flame shape (+).
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
RETINOPATI HIPERTENSI
Pendahuluan
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.1,2
Vaskularisasi Retina
Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm, yang merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang utama yaitu aa.temporalis superior dan inferior dan aa.nasalis superior dan inferior. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid yaitu dari korioapilaris. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.3
Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. 1,2,4
Patofisiologi
Perubahan patofisilologi pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.5
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”. 1,6,7
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas “copper-wire’”. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk “ silver-wire”.6
Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.1
Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.6
Klasifikasi
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie, adalah sebagai berikut 5,8:
a. Stadium 0 : Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.
b. Stadium I: terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.
c. Stadium II : penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-kadang disertai penciutan pembuluh darah setempat , pembuluh darah tegang dan membentuk cabang keras.
d. Stadium III: lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan, dapat terjadi pada tekanan darah diastolik diatas 120mmHg, dapat disertai penurunan penglihatan.
e. Stadium IV : seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure exudate, disertai penurunan penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150mmHg.
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)5
a. Stadium I : Penyempitan ringan, sklerosis arterioles retina, hipertensi ringan, asimptomatis.
b. Stadium II : Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan crossing phenomena, tekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala dari hipertensi.
c. Stadium III: Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal.
d. Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan, dispneu, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal.
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada retina.1,6
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire) Asosiasi ringan dengan penyakit stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut : Perdarahan retina (blot, dot atau flame-shape), mikroaneurisma, cotton-wool, hard exudates Asosiasi berat dengan penyakit stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil : dapat disertai dengan kebutaan Asosiasi berat dengan mortalitas dan gagal ginjal
Gambar 1. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 2. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 3. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip dari kepustakaan 1)
Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.8
Penatalaksanaan
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Berikut diagram penatalaksanaan retinopati hipertensi.5
Gambar 4. Diagram penatalaksaan retinopati hipertensi
(dikutip dari kepustakaan 1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong TY, Mitchell P. Current concept hypertensive retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7. http://www.nejm.org [diakses tanggal 23 Februari 2008].
2. Hughes BM et al. Hypertension. http://www.emedicine.com [ diakses tanggal 23 Februari 2008].
3. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. Retina and vitreous. In: Pavan-Langston, editor. Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and Company; 1998.p.213-22.
4. Wong YT, Mcintosh R. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73-4,57-70. http://bmb.oxforsjournals.org. [diakses tanggal 25 Februari 2009].
5. Mandava N, Yanuzzi LA. Miscelalaneous Retinal Vascular Conditions. In: Regillo, Brown and Flynn editors, The Essential Vitroretinal disease. New York: Thieme Medical Publishers. 1999.p. 193-6.
6. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 1995. p.7-9.
7. Kanski JJ. Clinical ophtalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-Heinemann; 1994. p.367-9.
8. Ilyas SH. Ilmu penyakit mata, 3rd edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 221-3
Behcet's Disease
TINJAUAN PUSTAKA
BEHCET’S DISEASE
Oleh:
Kamisah, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2009.
Pendahuluan
Penyakit Behcet merupakan suatu penyakit vaskulitis obliteratif sistemik yang penyebabnya belum diketahui. Penyakit ini mengenai multisistem, dengan manifestasi utama berupa ulserasi aftosa di mulut dan genital, inflamasi berulang di mata, kulit dan sendi.1
Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh seorang dermatologis Turki bernama Hulusi Behcet pada tahun 1937 sebagai suatu trias yang terdiri dari ulkus mulut, ulkus genital dan uveitis hipopion.2 Penyakit Behcet banyak terjadi pada pria muda dari Mediterania timur dan Jepang. Uveitis pada penyakit Behcet juga banyak dijumpai di Cina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.3
Manifestasi kelainan okular pada 70% penderita penyakit Behcet adalah inflamasi intraokular bilateral, rekuren dan nongranulomatosa. Kondisi lainnya bisa berupa iridosiklitis akut rekuren yang berhubungan dengan terjadinya hipopion. Keterlibatan segmen posterior berupa kebocoran pembuluh darah difus di sepanjang fundus. Hal ini sering menyebabkan edema retina difus, edema makula kistik dan edema atau hiperemia diskus optikus.3
Pasien dengan penyakit Behcet memiliki prognosis visual yang jelek. Uveitis yang rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak. Bila tidak diterapi, penyakit Behcet dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut Benezra dan Cohen, kehilangan penglihatan terjadi pada 74% mata dalam waktu 6-10 tahun setelah simptom okular timbul. Kehilangan penglihatan terjadi akibat inflamasi di mata sehingga menyebabkan iskemia retina, neovaskularisasi di retina atau iris, atropi optik dan edema makula.1
Penyebab penyakit Behcet sampai saat ini belum diketahui. Dugaan beberapa peneliti adalah bahwa penyakit ini berkaitan dengan sistem imun, sehingga terapi yang paling banyak digunakan adalah dengan steroid sistemik dan obat imunosupresan spesifik.3
Anatomi Uvea
Uvea berasal dari bahasa Latin “Uva” yang berarti anggur, terdiri dari beberapa komponen yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata, yaitu iris, korpus siliaris, dan koroid (Gambar 1).3 Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina.4
Gambar 1. Anatomi Uvea
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Iris
Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkuler yang tengahnya mempunyai apertura bulat yang dinamakan pupil. Pupil berfungi untuk mengatur cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan pemisah antara bilik mata depan dan belakang. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.4
Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan pembuluh darah disekitar badan silier disebut sirkulus mayor. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi siliares.4
Korpus Siliaris
Korpus siliaris membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak (pars plikata) dan zona posterior yang datar (pars plana). Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus.4
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal muskulus siliaris menyisip ke dalam anyaman-anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. Pembuluh darah yang mendarahi korpus siliaris berasal dari lingkar utama iris. Sarar sensorik iris adalah melalui saraf-saraf siliaris.4
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea di antara retina dan sklera. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khorikapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena korteks, satu di masing-masing kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus, sedangkan ke anterior, koroid bersambung dengan korpus siliaris. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina.4
Uveitis
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Istilah uveitis sekarang digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya terjadi pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik, sehingga penegakan diagnosa uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang teliti.3,6
Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, dan panuveitis. Uveitis anterrior disebut juga iritis jika terjadi inflamasi yang mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Panuveitis merupakan uveitis anterior, intermedia dan posterior yang terjadi secara bersamaan. 3,6
Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. 3,6
Berdasarkan etiologinya, uveitis bisa dikelompokkan menjadi uveitis endogen dan eksogen. Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Uveitis endogen bisa berhubungan dengan penyakit sistemik, infeksi bakteri, jamur, virus, protozoa, dan cacing.3,6 Berdasarkan patologinya uveitis terdiri atas uveitis granulomatosa dan uveitis non granulomatosa. Penyakit Behcet merupakan salah satu bentuk uveitis non granulomatous dan bentuk uveitis yang paling sulit diterapi.3
Penyakit Behcet
Definisi
Penyakit Behcet adalah vaskulitis obliteratif sistemik yang tidak diketahui penyebabnya.7 Penyakit Behcet ditandai dengan serangan uveitis non-granulomatosa dengan hipopion, ulkus aftosa di mulut, dan ulkus genital. Karakteristik penyakit ini adalah kronik rekuren dengan interval satu minggu hingga tiga tahun. Jika interval memanjang sampai 15-20 tahun, biasanya serangan berikutnya akan jarang terjadi.8
Epidemiologi
Penyakit Behcet banyak ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah, Timur Jauh, terutama di Jepang, dan relatif jarang terjadi di Amerika Serikat.7 Insiden penyakit ini di Jepang adalah 7-8,5 kasus dalam 100.000 penduduk, dimana sebanyak 20% dari kasus uveitis akan berkembang menjadi penyakit Behcet. Penyakit Behcet di Amerika Serikat terjadi sebanyak 4 kasus dalam 1 juta penduduk, dan sebanyak 0,2% dari penyakit ini bermanifestasi sebagai uveitis.9
Penyakit Behcet lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2,3:1. Penyakit Behcet tipe komplit lebih banyak terdapat pada laki-laki, sedangkan tipe inkomplit terdapat pada laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama.9 Kelainan okular lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan ulserasi genital lebih sering terjadi pada perempuan.8 Penyakit Behcet biasanya menyerang usia 25 hingga 35 tahun.9
.
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui. Lebih dari separuh pasien penyakit Behcet memiliki HLA-B5101 positif. Asam amino tunggal pada lokus HLA-B5101 ditemukan mengalami perubahan pada penderita penyakit Behcet di Jepang.10 Jenis HLA bertanggungjawab terhadap timbulnya gejala klinis tertentu, misalnya HLA-B12 berhubungan dengan kelainan mukokutaneus, HLA-B27 berhubungan dengan kelainan artritis, dan HLA-B5 berhubungan dengan kelainan okular.9
Kerusakan jaringan pada penyakit Behcet disebabkan karena timbulnya vaskulitis dan deposisi dari kompleks imun di dinding pembuluh darah, bersama-sama dengan aktivasi sistem komplemen. Pada penyakit Behcet, terjadi disregulasi respon imun yang mengakibatkan kegagalan fungsi sel supresor, aktivasi sel T-helper, dan disregulasi pembentukan sitokin, yang diikuti dengan pembentukan kompleks imun serta aktivasi dari netrofil dan sel pembunuh alami.9
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Behcet tanpa kelainan okular lebih sering terjadi. Ulkus aftosa pada mulut merupakan gejala yang paling sering terjadi, terdapat pada lebih dari 98% kasus di Jepang (Gambar 2A). Ulkus ini biasanya sembuh dalam 1 minggu, tetapi akan kembali berulang (rekuren). Lesi kulit adalah gejala klinis terbanyak kedua, yaitu lebih dari 90% kasus (Gambar 2B). Lesi genital terjadi pada lebih dari 80% pasien penyakit Behcet (Gambar 2C). Gejala SSP dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita.10
A B
C
Gambar 2. Kelainan sistemik pada Penyakit Behcet, Ulkus aftosa di mulut (A), Eritema nodosum pada kulit (B) dan ulkus genital (C).
(Dikutip dari kepustakaan 11)
Penderita penyakit Behcet dengan kelainan okular memberikan gejala nyeri pada mata, fotofobia, mata merah, dan penurunan tajam penglihatan. Kelainan okular terjadi pada lebih dari 70% penderita penyakit Behcet tetapi yang ditemukan hanya 25%.10 Sebenarnya, kelainan okular baru akan timbul 2-3 tahun setelah onset awal. Kelainan yang biasa ditemukan adalah uveitis hipopion (Gambar 3). Hipopion terjadi pada sepertiga kasus iridosiklitis.7 Kelainan ini biasanya bersifat sementara dan menjadi penyebab timbulnya gejala nyeri pada mata, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.10
Gambar 3. Hipopion
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Inflamasi segmen posterior ditandai dengan adanya penebalan pembuluh darah retina dan oklusi arteri dan vena retina. Oklusi cabang vena retina diikuti dengan perdarahan intraretina, penebalan vena retina, dan berhubungan dengan edema makula yang khas. Tajam penglihatan akan sangat menurun jika terdapat gangguan pada arteri retina. Pada kasus ini, infiltrat nekrotik putih di dalam retina akan tampak bersama-sama dengan perdarahan intraretina (Gambar 4A). Vitritis kadang terjadi tetapi akan sangat berat. Serangan berulang dari vaskulitis retina dapat menghasilkan iskemia berat dan neovaskularisasi retina (Gambar 4B). Kelainan okular pada penyakit Behcet mengikuti siklus eksaserbasi uveitis.10 Kelainan segmen posterior lebih sering terjadi pada laki-laki, dan hal ini memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kebutaan.7
A B
Gambar 4. Inflamasi segmen posterior, Vaskulitis dan perdarahan retina (A), Perifleblitis oklusif (Dikutip dari kepustakaan 11)
Angiografi fluoresens memperlihatkan obstruksi arteri dan vena retina. Kapiler retina yang tidak mendapat perfusi darah merupakan gambaran vaskulitis retina iskemik pada penyakit Behcet.10
Kriteria Diagnosis
Diagnosis penyakit Behcet ditegakkan berdasarkan gambaran klinis okular dan non-okular (Tabel 1).10
Tabel 1. Diagnosis Penyakit Behcet
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Kriteria mayor 1. Ulkus aftosa di mulut
2. Ulkus genitalia
3. Kelainan okular
a. Iritis hipopion
b. Vaskulitis retina
4. Lesi kulit
a. Eritema nodosum
b. Tromboflebitis kutaneus
c. Hiperiritabilitas kulit
d. Acne berat
Kriteria minor 1. Artritis
2. Ulkus intestinal
3. Epididimitis
4. Penyakit vaskuler-obliterasi, oklusi, aneurisma (arteri pulmonalis)
5. Gejala neuropsikiatrik
Tipe 1. Tipe komplit: keempat kriteria mayor muncul dalam waktu yang bersamaan selama perjalanan penyakit
2. Tipe inkomplit:
a. Jika terdapat tiga kriteria mayor
b. Jika kelainan okular ada disertai salah satu kriteria mayor
3. Suspek: jika terdapat dua kriteria mayor selain kelainan okular
4. Possible: jika terdapat satu kriteria mayor
Diagnosis penyakit Behcet berdasarkan The International Study Group Diagnostic Criteria adalah ditemukannya ulkus mulut rekuren yang diikuti oleh dua gejala berikut:10
1. Ulkus genital rekuren
2. Kelainan pada mata
3. Kelainan pada kulit
4. Tes patergi positif
Pemeriksaan jenis HLA akan membantu menegakkan diagnosis Penyakit Behcet. HLA-B5 (atau Bw51) terdapat pada lebih dari separuh penderita penyakit Behcet di Jepang dan negara Mediteranian, namun jarang ditemukan pada ras kulit putih. Tes pungsi kulit dapat menunjukkan dermatografia, tetapi tes ini tidak spesifik dan pada beberapa penderita memberikan hasil negatif palsu.7 Penderita penyakit Behcet akan menunjukkan adanya pembentukan pus pada daerah kulit yang dipungsi.10
Diagnosis Banding
Penyakit Behcet dapat didiagnosis banding dengan kelainan sistemik yang dapat menyebabkan vaskulitis retina, seperti kelainan rematologik, sarkoidosis, dan uveitis intermediat. Sifilis dan tuberkulosis juga dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.10
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Behcet sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menekan proses inflamasi, mengurangi frekuensi dan beratnya rekurensi, dan mencegah terjadinya gangguan pada retina. Obat antiinflamasi yang sering digunakan adalah kortikosteroid, agen sitotoksik, siklosporin, dan kolkisin.9
Kortikosteroid topikal dan golongan midriatikum dapat diberikan pada kasus uveitis anterior. Kortikosteroid sistemik dapat dipakai pada inflamasi segmen posterior yang berat seperti vaskulitis retina. Kolkisin (0,6 mg peroral 2 kali sehari) dapat mengatasi episode eksaserbasi akut dengan cara menghambat migrasi leukosit dan kemotaksis.7
Episode berulang dari vaskulitis retina yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dapat diatasi dengan pemberian imunosupresan sistemik seperti siklosporin, FK506, azatioprin, klorambusil, atau siklofosfamid.10 Klorambusil (6-12 mg perhari) dan azatioprin (2,5 mg/kgBB/hari) dengan kortikosteroid sistemik dosis rendah sangat efektif dalam mengontrol progresifitas penyakit Behcet, terutama untuk kelainan okular. Keberhasilan terapi akan terlihat dalam waktu 4-6 minggu setelah terapi diberikan. Selama pengobatan perlu dimonitor status hematologi pasien. Siklosporin juga efektif pada pasien dengan penyakit Behcet, tetapi efektivitasnya kurang baik bila dibandingkan dengan agen sitotoksik.7
Prognosis
Penyakit Behcet yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan. Uveitis anterior rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak, sedangkan kelainan pada segmen posterior dapat menyebabkan iskemia retina dan neovaskularisasi retina atau iris, atrofi nervus optikus, perdarahan vitreus rekuren, kontraksi vitreus, dan ablasio retina.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Rose, Darmawan S, Agus S. The management of complicated cataract in Behcet’s syndrome, a case report. In: The 11th congress and 32nd annual meeting IOA full papers I. Medan: PERDAMI; 2006. p.147-50
2. Jabs DA. Rheumatic disease. In: Schachat AP, editor. Retina, vol.2, 3rd ed. St Louis: Mosby; 2001. p.1427
3. Suhardjo, Sasongko MB, Anugrahsari S. Uveitis. In: Suhardjo, Hartono, editors. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007. p.63-71
4. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 1995. p.7-9
5. The Johns Hopkins Vasculitis Center. Behcet’s disease. http://vasculitis.med.jhu.edu [diakses 22 Februari 2009]
6. Kanski JJ. Clinical ophtalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-Heinemann; 1994. p.152-5
7. Rao NA, Forster DJ, Spalton DJ. Panuveitis. In: Podos SM, Yanoff M, editors. Textbook of ophthalmology, vol.2. New York: Gower Medical Publishing; 1992. p.8.5-8.10
8. Schlaegel T, Pavan-Langston D. Uveal tract: iris, ciliary body and choroid. In: Pavan-Langston, editor. Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and Company; 1998.p.179
9. Faris BH, Foster CS. Behcet’s disease. In: Albert DM, Jakobiec FA, editors. Principle and practice of ophthalmology, clinical practice. Philadelpia: WB Saunders Company; 1994. p.1018-25
10. Moorthy RS, Rao NA. Noninfectious corioretinal inflammatory conditions. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Thieme Medical Publishers; 1999. p.422-3
11. Paulose. Apthous ulcer (mouth ulcers). http://www.drpaulose.com [diakses 22 Februari 2009]
BEHCET’S DISEASE
Oleh:
Kamisah, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2009.
Pendahuluan
Penyakit Behcet merupakan suatu penyakit vaskulitis obliteratif sistemik yang penyebabnya belum diketahui. Penyakit ini mengenai multisistem, dengan manifestasi utama berupa ulserasi aftosa di mulut dan genital, inflamasi berulang di mata, kulit dan sendi.1
Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh seorang dermatologis Turki bernama Hulusi Behcet pada tahun 1937 sebagai suatu trias yang terdiri dari ulkus mulut, ulkus genital dan uveitis hipopion.2 Penyakit Behcet banyak terjadi pada pria muda dari Mediterania timur dan Jepang. Uveitis pada penyakit Behcet juga banyak dijumpai di Cina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.3
Manifestasi kelainan okular pada 70% penderita penyakit Behcet adalah inflamasi intraokular bilateral, rekuren dan nongranulomatosa. Kondisi lainnya bisa berupa iridosiklitis akut rekuren yang berhubungan dengan terjadinya hipopion. Keterlibatan segmen posterior berupa kebocoran pembuluh darah difus di sepanjang fundus. Hal ini sering menyebabkan edema retina difus, edema makula kistik dan edema atau hiperemia diskus optikus.3
Pasien dengan penyakit Behcet memiliki prognosis visual yang jelek. Uveitis yang rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak. Bila tidak diterapi, penyakit Behcet dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut Benezra dan Cohen, kehilangan penglihatan terjadi pada 74% mata dalam waktu 6-10 tahun setelah simptom okular timbul. Kehilangan penglihatan terjadi akibat inflamasi di mata sehingga menyebabkan iskemia retina, neovaskularisasi di retina atau iris, atropi optik dan edema makula.1
Penyebab penyakit Behcet sampai saat ini belum diketahui. Dugaan beberapa peneliti adalah bahwa penyakit ini berkaitan dengan sistem imun, sehingga terapi yang paling banyak digunakan adalah dengan steroid sistemik dan obat imunosupresan spesifik.3
Anatomi Uvea
Uvea berasal dari bahasa Latin “Uva” yang berarti anggur, terdiri dari beberapa komponen yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata, yaitu iris, korpus siliaris, dan koroid (Gambar 1).3 Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina.4
Gambar 1. Anatomi Uvea
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Iris
Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkuler yang tengahnya mempunyai apertura bulat yang dinamakan pupil. Pupil berfungi untuk mengatur cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan pemisah antara bilik mata depan dan belakang. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.4
Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan pembuluh darah disekitar badan silier disebut sirkulus mayor. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi siliares.4
Korpus Siliaris
Korpus siliaris membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak (pars plikata) dan zona posterior yang datar (pars plana). Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus.4
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal muskulus siliaris menyisip ke dalam anyaman-anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. Pembuluh darah yang mendarahi korpus siliaris berasal dari lingkar utama iris. Sarar sensorik iris adalah melalui saraf-saraf siliaris.4
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea di antara retina dan sklera. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khorikapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena korteks, satu di masing-masing kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus, sedangkan ke anterior, koroid bersambung dengan korpus siliaris. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina.4
Uveitis
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Istilah uveitis sekarang digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya terjadi pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik, sehingga penegakan diagnosa uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang teliti.3,6
Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, dan panuveitis. Uveitis anterrior disebut juga iritis jika terjadi inflamasi yang mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Panuveitis merupakan uveitis anterior, intermedia dan posterior yang terjadi secara bersamaan. 3,6
Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. 3,6
Berdasarkan etiologinya, uveitis bisa dikelompokkan menjadi uveitis endogen dan eksogen. Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Uveitis endogen bisa berhubungan dengan penyakit sistemik, infeksi bakteri, jamur, virus, protozoa, dan cacing.3,6 Berdasarkan patologinya uveitis terdiri atas uveitis granulomatosa dan uveitis non granulomatosa. Penyakit Behcet merupakan salah satu bentuk uveitis non granulomatous dan bentuk uveitis yang paling sulit diterapi.3
Penyakit Behcet
Definisi
Penyakit Behcet adalah vaskulitis obliteratif sistemik yang tidak diketahui penyebabnya.7 Penyakit Behcet ditandai dengan serangan uveitis non-granulomatosa dengan hipopion, ulkus aftosa di mulut, dan ulkus genital. Karakteristik penyakit ini adalah kronik rekuren dengan interval satu minggu hingga tiga tahun. Jika interval memanjang sampai 15-20 tahun, biasanya serangan berikutnya akan jarang terjadi.8
Epidemiologi
Penyakit Behcet banyak ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah, Timur Jauh, terutama di Jepang, dan relatif jarang terjadi di Amerika Serikat.7 Insiden penyakit ini di Jepang adalah 7-8,5 kasus dalam 100.000 penduduk, dimana sebanyak 20% dari kasus uveitis akan berkembang menjadi penyakit Behcet. Penyakit Behcet di Amerika Serikat terjadi sebanyak 4 kasus dalam 1 juta penduduk, dan sebanyak 0,2% dari penyakit ini bermanifestasi sebagai uveitis.9
Penyakit Behcet lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2,3:1. Penyakit Behcet tipe komplit lebih banyak terdapat pada laki-laki, sedangkan tipe inkomplit terdapat pada laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama.9 Kelainan okular lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan ulserasi genital lebih sering terjadi pada perempuan.8 Penyakit Behcet biasanya menyerang usia 25 hingga 35 tahun.9
.
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui. Lebih dari separuh pasien penyakit Behcet memiliki HLA-B5101 positif. Asam amino tunggal pada lokus HLA-B5101 ditemukan mengalami perubahan pada penderita penyakit Behcet di Jepang.10 Jenis HLA bertanggungjawab terhadap timbulnya gejala klinis tertentu, misalnya HLA-B12 berhubungan dengan kelainan mukokutaneus, HLA-B27 berhubungan dengan kelainan artritis, dan HLA-B5 berhubungan dengan kelainan okular.9
Kerusakan jaringan pada penyakit Behcet disebabkan karena timbulnya vaskulitis dan deposisi dari kompleks imun di dinding pembuluh darah, bersama-sama dengan aktivasi sistem komplemen. Pada penyakit Behcet, terjadi disregulasi respon imun yang mengakibatkan kegagalan fungsi sel supresor, aktivasi sel T-helper, dan disregulasi pembentukan sitokin, yang diikuti dengan pembentukan kompleks imun serta aktivasi dari netrofil dan sel pembunuh alami.9
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Behcet tanpa kelainan okular lebih sering terjadi. Ulkus aftosa pada mulut merupakan gejala yang paling sering terjadi, terdapat pada lebih dari 98% kasus di Jepang (Gambar 2A). Ulkus ini biasanya sembuh dalam 1 minggu, tetapi akan kembali berulang (rekuren). Lesi kulit adalah gejala klinis terbanyak kedua, yaitu lebih dari 90% kasus (Gambar 2B). Lesi genital terjadi pada lebih dari 80% pasien penyakit Behcet (Gambar 2C). Gejala SSP dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita.10
A B
C
Gambar 2. Kelainan sistemik pada Penyakit Behcet, Ulkus aftosa di mulut (A), Eritema nodosum pada kulit (B) dan ulkus genital (C).
(Dikutip dari kepustakaan 11)
Penderita penyakit Behcet dengan kelainan okular memberikan gejala nyeri pada mata, fotofobia, mata merah, dan penurunan tajam penglihatan. Kelainan okular terjadi pada lebih dari 70% penderita penyakit Behcet tetapi yang ditemukan hanya 25%.10 Sebenarnya, kelainan okular baru akan timbul 2-3 tahun setelah onset awal. Kelainan yang biasa ditemukan adalah uveitis hipopion (Gambar 3). Hipopion terjadi pada sepertiga kasus iridosiklitis.7 Kelainan ini biasanya bersifat sementara dan menjadi penyebab timbulnya gejala nyeri pada mata, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.10
Gambar 3. Hipopion
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Inflamasi segmen posterior ditandai dengan adanya penebalan pembuluh darah retina dan oklusi arteri dan vena retina. Oklusi cabang vena retina diikuti dengan perdarahan intraretina, penebalan vena retina, dan berhubungan dengan edema makula yang khas. Tajam penglihatan akan sangat menurun jika terdapat gangguan pada arteri retina. Pada kasus ini, infiltrat nekrotik putih di dalam retina akan tampak bersama-sama dengan perdarahan intraretina (Gambar 4A). Vitritis kadang terjadi tetapi akan sangat berat. Serangan berulang dari vaskulitis retina dapat menghasilkan iskemia berat dan neovaskularisasi retina (Gambar 4B). Kelainan okular pada penyakit Behcet mengikuti siklus eksaserbasi uveitis.10 Kelainan segmen posterior lebih sering terjadi pada laki-laki, dan hal ini memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kebutaan.7
A B
Gambar 4. Inflamasi segmen posterior, Vaskulitis dan perdarahan retina (A), Perifleblitis oklusif (Dikutip dari kepustakaan 11)
Angiografi fluoresens memperlihatkan obstruksi arteri dan vena retina. Kapiler retina yang tidak mendapat perfusi darah merupakan gambaran vaskulitis retina iskemik pada penyakit Behcet.10
Kriteria Diagnosis
Diagnosis penyakit Behcet ditegakkan berdasarkan gambaran klinis okular dan non-okular (Tabel 1).10
Tabel 1. Diagnosis Penyakit Behcet
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Kriteria mayor 1. Ulkus aftosa di mulut
2. Ulkus genitalia
3. Kelainan okular
a. Iritis hipopion
b. Vaskulitis retina
4. Lesi kulit
a. Eritema nodosum
b. Tromboflebitis kutaneus
c. Hiperiritabilitas kulit
d. Acne berat
Kriteria minor 1. Artritis
2. Ulkus intestinal
3. Epididimitis
4. Penyakit vaskuler-obliterasi, oklusi, aneurisma (arteri pulmonalis)
5. Gejala neuropsikiatrik
Tipe 1. Tipe komplit: keempat kriteria mayor muncul dalam waktu yang bersamaan selama perjalanan penyakit
2. Tipe inkomplit:
a. Jika terdapat tiga kriteria mayor
b. Jika kelainan okular ada disertai salah satu kriteria mayor
3. Suspek: jika terdapat dua kriteria mayor selain kelainan okular
4. Possible: jika terdapat satu kriteria mayor
Diagnosis penyakit Behcet berdasarkan The International Study Group Diagnostic Criteria adalah ditemukannya ulkus mulut rekuren yang diikuti oleh dua gejala berikut:10
1. Ulkus genital rekuren
2. Kelainan pada mata
3. Kelainan pada kulit
4. Tes patergi positif
Pemeriksaan jenis HLA akan membantu menegakkan diagnosis Penyakit Behcet. HLA-B5 (atau Bw51) terdapat pada lebih dari separuh penderita penyakit Behcet di Jepang dan negara Mediteranian, namun jarang ditemukan pada ras kulit putih. Tes pungsi kulit dapat menunjukkan dermatografia, tetapi tes ini tidak spesifik dan pada beberapa penderita memberikan hasil negatif palsu.7 Penderita penyakit Behcet akan menunjukkan adanya pembentukan pus pada daerah kulit yang dipungsi.10
Diagnosis Banding
Penyakit Behcet dapat didiagnosis banding dengan kelainan sistemik yang dapat menyebabkan vaskulitis retina, seperti kelainan rematologik, sarkoidosis, dan uveitis intermediat. Sifilis dan tuberkulosis juga dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.10
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Behcet sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menekan proses inflamasi, mengurangi frekuensi dan beratnya rekurensi, dan mencegah terjadinya gangguan pada retina. Obat antiinflamasi yang sering digunakan adalah kortikosteroid, agen sitotoksik, siklosporin, dan kolkisin.9
Kortikosteroid topikal dan golongan midriatikum dapat diberikan pada kasus uveitis anterior. Kortikosteroid sistemik dapat dipakai pada inflamasi segmen posterior yang berat seperti vaskulitis retina. Kolkisin (0,6 mg peroral 2 kali sehari) dapat mengatasi episode eksaserbasi akut dengan cara menghambat migrasi leukosit dan kemotaksis.7
Episode berulang dari vaskulitis retina yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dapat diatasi dengan pemberian imunosupresan sistemik seperti siklosporin, FK506, azatioprin, klorambusil, atau siklofosfamid.10 Klorambusil (6-12 mg perhari) dan azatioprin (2,5 mg/kgBB/hari) dengan kortikosteroid sistemik dosis rendah sangat efektif dalam mengontrol progresifitas penyakit Behcet, terutama untuk kelainan okular. Keberhasilan terapi akan terlihat dalam waktu 4-6 minggu setelah terapi diberikan. Selama pengobatan perlu dimonitor status hematologi pasien. Siklosporin juga efektif pada pasien dengan penyakit Behcet, tetapi efektivitasnya kurang baik bila dibandingkan dengan agen sitotoksik.7
Prognosis
Penyakit Behcet yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan. Uveitis anterior rekuren dapat menyebabkan glaukoma atau katarak, sedangkan kelainan pada segmen posterior dapat menyebabkan iskemia retina dan neovaskularisasi retina atau iris, atrofi nervus optikus, perdarahan vitreus rekuren, kontraksi vitreus, dan ablasio retina.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Rose, Darmawan S, Agus S. The management of complicated cataract in Behcet’s syndrome, a case report. In: The 11th congress and 32nd annual meeting IOA full papers I. Medan: PERDAMI; 2006. p.147-50
2. Jabs DA. Rheumatic disease. In: Schachat AP, editor. Retina, vol.2, 3rd ed. St Louis: Mosby; 2001. p.1427
3. Suhardjo, Sasongko MB, Anugrahsari S. Uveitis. In: Suhardjo, Hartono, editors. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007. p.63-71
4. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 1995. p.7-9
5. The Johns Hopkins Vasculitis Center. Behcet’s disease. http://vasculitis.med.jhu.edu [diakses 22 Februari 2009]
6. Kanski JJ. Clinical ophtalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-Heinemann; 1994. p.152-5
7. Rao NA, Forster DJ, Spalton DJ. Panuveitis. In: Podos SM, Yanoff M, editors. Textbook of ophthalmology, vol.2. New York: Gower Medical Publishing; 1992. p.8.5-8.10
8. Schlaegel T, Pavan-Langston D. Uveal tract: iris, ciliary body and choroid. In: Pavan-Langston, editor. Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and Company; 1998.p.179
9. Faris BH, Foster CS. Behcet’s disease. In: Albert DM, Jakobiec FA, editors. Principle and practice of ophthalmology, clinical practice. Philadelpia: WB Saunders Company; 1994. p.1018-25
10. Moorthy RS, Rao NA. Noninfectious corioretinal inflammatory conditions. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Thieme Medical Publishers; 1999. p.422-3
11. Paulose. Apthous ulcer (mouth ulcers). http://www.drpaulose.com [diakses 22 Februari 2009]
Langganan:
Postingan (Atom)